Beberapa Paradigma Pada Penelitian Sosial

Ilmu sosial (social science) sedikit berbeda dengan ilmu alam (natural science) dalam memaknai realitas. Pada natural science realitas lebih nyata sehingga lebih mudah dibuktikan, misalnya dengan panca indera, sehingga sangat mudah untuk mencapai kesepakatan. Realitas pada ilmu alam lebih “nyata” dibanding dengan realitas pada ilmu sosial. Berbeda dengan natural science, ilmu sosial lebih abstrak karena berkaitan dengan interaksi antar manusia. Pada ilmu sosial dan natural science terdapat beberapa perdebatan utama tentang realitas, yaitu:

  • Apakah realitas adalah sudah tersedia (given) atau hasil dari pemikiran manusia (product of the mind)?
  • Apakah cara terbaik untuk mengetahui dan memahami realitas tersebut dengan mengalaminya langsung?.
  • Apakah manusia memiliki kehendak bebas (free will) atau ditentukan oleh lingkungan (determined by our environment)?
  • Apakah cara terbaik untuk memahami realitas tersebut adalah melalui metode ilmiah atau pengalaman langsung?

Perdebatan tersebut bukan ditujukan untuk mencari kebenaran mutlak (absolute truth), namun tentang cara pandang yang berbeda dalam melihat realitas. Berikut penjelasan dari perdebatan tersebut.

  • Pada ilmu alam realitas adalah telah tersedia (given), sedangkan pada ilmu sosial realitas adalah hasil dari pemikiran manusia atau socially constructed. Realitas yang given seperti kejadian alam yang memang telah disediakan oleh alam, kemudian dipelajari. Sedangkan realitas pada ilmu sosial adalah hasil dari pemikiran manusia, seperti: rasa suka terhadap sesuatu, bagaimana mereka bertindak, dll.
  • Pada ilmu alam cara terbaik belum tentu dengan mengalaminya langsung, tapi pada ilmu sosial dapat dilakukan. Contohnya pada ilmu alam mengatakan bahwa “alam semesta mengembang (expand)”, tentu jadi pertanyaan, bagaimana mengetahuinya jika harus mengalaminya langsung?, apakah ilmuan tersebut berada diujung alam semesta kemudian mengamati bahwa alam semesta ini mengembang?, tentu tidak. Maka pada ilmu alam dibuat pendekatan-pendekatan tertentu yang digunakan untuk memprediksi. Berbeda dengan ilmu sosial, untuk mengetahui dan memahami realitas maka dapat dilakukan dengan cara mengalaminya langsung atau menjadi bagian dari yang diteliti.
  • Pada ilmu sosial manusia memiliki kehendak bebas (free will), berbeda dengan ilmu alam yang ditentukan oleh lingkungan.
  • Terkait cara terbaik untuk memahami realitas tersebut, apakah harus dengan metode ilmiah dan pengalaman langsung tentu tergantung pada konteks penelitian. Pada ilmu sosial juga dapat menggunakan pendekatan ilmiah seperti pembuktian hipotesis, atau memahami realitas dengan pengalaman langsung.

Contoh ilustrasi singkat, misalnya ilmu alam mempelajari tentang karakteristik dari fenomena alam ataupun benda, seperti ukuran, volume, gerak, dan lain-lain dengan lebih objektif. Petir adalah bentuk dari fenomena alam, sehingga dapat dipelajari bagaimana bisa terjadi, apa saja yang menyebabkan terjadinya, berapa lama, kapan, dan seterusnya.  Penelitian pada ilmu alam memungkinkan terjadinya akumulasi pengetahuan, misalnya peneliti A meneliti tentang Petir, kemudian Peneliti B menemukan bukti baru yang menyempurnakan penelitian A, dan dilanjutkan oleh Peneliti C, sehingga pengetahuan tentang petir dapat terakumulasi.

Pada ilmu sosial tidak demikian, karena realitas yang dipelajari adalah lebih abstrak. Dengan sudut pandang yang berbeda, maka akan sulit untuk melakukan akumulasi pengetahuan. Pada bidang sosial realitas adalah hasil dari pikiran manusia berdasarkan interaksinya dengan individu lain dan lingkungan. Misalnya kepuasan konsumen adalah sesuatu yang terjadi dibenak konsumen, tidak memiliki wujud, dan dapat diartikan berbeda-beda tergantung bagaimana memaknainya. Maka peneliti sosial menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk mengetahui realitas tersebut.

Terkait memahami realitas, justru perdebatan sengit terjadi pada ilmu sosial, dimana terdapat perbedaan cara pandang dalam memahami realitas. Burrell dan Morgan (1979), membuat paradigma dalam ilmu sosial, yang merangkum bagaimana peneliti-peneliti sosial memahami realitas. Mereka merancang empat kuadran yang terdiri dari dua kontinum, yaitu Objective-Subjective dan Regulation-Radical change. Bentuk dari dimensi paradigma tersebut adalah sebagai berikut:

burrell and morgan

Paradigma Functionalist

  • Pada paradigma ini berakar pada sociology of regulation dengan menggunakan sudut pandang objektif. Ciri khasnya adalah perhatian yang besar pada penjelasan-penjelasan mengenai status quo, keteraturan sosial, konsensus, integrasi sosial, soliadritas, pemenuhan kebutuhan dan aktualisasi. Dikarenakan realitas yang dipahami dengan cara objektif, sehingga akumulasi pengetahuan akan lebih mudah terjadi. Umumnya menggunakan pendekatan statistik untuk membuktikan sebuah fenomena (uji hipotesis, uji asosiasi, dll). Kebanyakan penelitian yang dilakukan adalah menggunakan paradigma fungsionalis

Paradigma Interpretive

  • Paradigma ini berakar pada sociology of regulation dengan sudut pandang subjektif. Perhatian utamanya ada pada bagaimana memahami dunia sebagaimana adanya, memahami tabiat fundamental dari dunia sosial dari pengalaman subjektif. Paradigma ini berupaya untuk menjelaskan dalam dunia kesadaran seseorang dan subjektivitas, dalam bingkai rujukan orang yang terlibat langsung, bukan sebagai pengamat. Umumnya untuk mendapatkan realitas peneliti menjadi bagian dari subjek yang diteliti.

Paradigma Radical Humanist

  • Paradigma ini didefinisikan dengan perhatian utamanya untuk mengembangkan sociology of radical change dari sudut pandang subjektif. Paradigma ini berpandangan bahwa dalam sebuah masyarakat adalah penting untuk membuang atau melanggar batas-batas yang ada dalam pengaturan sosial.

Paradgima Radical Structuralist

  • Paradigma ini berangkat dari pandangan Sociology of radical change dari sudut pandang objektif. Radical structuralist sangat gigih dalam membahas isu-isu perubahan radikal, emansipasi, dan potensiality, analisis yang menekankan konflik struktural, dominasi, kontradiksi dan pengambilalihan (deprivation).

Nah, paradigma mana yang dipilih? Kalau saran dari dosen saya adalah pelajari dulu semuanya, baru menentukan paradigma mana yang dipilih. Hal ini dapat membantu peneliti dalam menghormati paradigma lain.

Best regards,
-Eko-

Leave a comment