Kebutuhan dan Nilai; Apa yang dicari oleh Pekerja?

Ditulis oleh: Mohammad Eko Fitrianto

Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia, dari kebutuhan akan menjadi dorongan seseorang melakukan sesuatu. Sejak aliran ilmu manajemen berkembang, aliran manajemen tidak hanya memandang manajemen adalah pendekatan ilmiah untuk mencapai tujuan (manajemen ilmiah). Pengamatan terhadap perilaku pekerja, menjadi topik penting yang coba dipahami dan diteliti. Pada era manajemen ilmiah, pekerja dianggap sebagai faktor produksi yang digunakan untuk mencapai kondisi efisien dan efektif. Namun pada perkembangannya, para ahli manajemen mulai menyadari bahwa sebagai manusia pada umumnya (human being), mereka memiliki kebutuhan yang harus diakomodir. Pertanyaan besar tentu adalah “Mengapa pekerja berperilaku seperti hal tersebut?”, serta “Adakah yang mendorong mereka melakukannya?”.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, muncul beberapa topik penting yang diteliti seperti kebutuhan, karakteristik pekerjaan (job characteristics) dan kepuasan kerja (job satisfaction). Dengan menggunakan berbagai pendekatan, muncul beberapa teori dan konsep yang berkaitan dengan topik tersebut. Pinder (1984) merangkum beberapa teori awal tentang kebutuhan yang menjadi tonggak penelitian tentang keprilakuan[1]. Berdasarkan dari sifat dasar manusia, dorongan biologis menjadi dasar Maslow dan McClelland merumuskan teorinya, Maslow dikenal dengan Teori Piramida Kebutuhan dan McClelland dengan Motivation Need Theory. Sedangkan Herzberg memandang dari aspek yang menghasilkan kepuasan kerja (Two factor), dan McGregor memandang dari asumsi-asumsi perilaku pekerja dengan menghasilkan Teori X dan Y. Kebutuhan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan kepuasan saat dipenuhi,  hingga saat itu banyak penelitian menunjukan keterkaitan antara kepuasan pekerja (satisfaction) dan kinerja (performance)[2]. Permasalahan muncul karena pendekatan tersebut tidak secara tepat memprediksi bagaimana pekerja dapat merasakan puas sehingga berdampak terhadap kinerjanya.

Salancik (1977) menyatakan bahwa terdapat permasalahan utama pada teori-teori yang berkaitan dengan kepuasan dan perilaku pekerja. Permasalahan pertama terkait dengan tidak terdapat kesepakatan tentang konsep, baik konsep kebutuhan (need) dan karakteristik pekerjaan (job characteristics)[3]. Permasalahan kedua terkait tentang berbagai kemungkinan yang muncul dikarenakan kebutuhan manusia yang tidak sama, dan ekspektasi seseorang terhadap pekerjaannya (apakah instrumental atau ekspresif). Serta permasalahan terakhir terkait dengan metodologi saat melakukan penelitian kebutuhan (needs), yaitu tentang konsistensi dan keutamaan (priming). Pertanyaan berikutnya adalah mengapa hal tersebut relevan dengan kondisi sekarang?.

Sifat pekerjaan telah berubah secara dramatis selama dekade terakhir, ini dicerminkan dari meningkatnya persaingan global, restrukturisasi pekerjaan, dan perataan hierarki organisasi. Perubahan-perubahan ini telah meningkatkan kebutuhan akan kreativitas dari para pekerja di semua tingkatan dan berbagai jenis pekerjaan, termasuk yang mungkin secara tradisional tidak mengharuskan karyawan untuk menjadi kreatif. Orientasi pemuasan kebutuhan tidak hanya fokus pada kebutuhan dasar seperti biologis, namun pada kebutuhan yang lebih tinggi. Kondisi ini sangat berbeda jauh dibandingkan saat teori-teori tersebut dikemukakan, kebutuhan tidak lagi hanya dipandang hanya dari sisi karyawan saja, namun juga dari sisi organisasi.

Kebutuhan organisasi merupakan kebutuhannya untuk mencapai tujuan, ini membutuhkan kecocokan dengan tenaga kerja yang melaksanakannya. Kecocokan ini diartikan sebagai kecocokan antara Orang dan Lingkungan (Person Environment – PE). Kecocokan hubungan antara keduanya menjadi penting, dimana kebutuhan organisasi bertemu dengan kebutuhan seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Greguras dan Diefendorff (2009) menyatakan bahwa kepuasan kebutuhan psikologis untuk Otonomi (Autonomy), Keterkaitan (Relatedness), dan Kompetensi (Competence) memediasi secara parsial hubungan antara berbagai jenis kecocokan PE yang dirasakan (yaitu kecocokan Orang-Organisasi, kecocokan Orang-Kelompok, dan kecocokan kemampuan-Tuntutan pekerjaan) dengan Komitmen organisasi afektif karyawan dan kinerja pekerjaan secara keseluruhan[4].

Selain kebutuhan terkait kecocokan lingkungan dengan orang (PE), dalam membantu organisasi memenangkan persaingan para karyawan memiliki kebutuhan Growth need strenght (GNS). Variabel ini diungkap dalam penelitian Shalley, Gilson dan Blum (2009), menjadi faktor penting bagi pekerja untuk menghasilkan kinerja yang kreatif[5]. Dalam kesimpulan mereka, variabel GNS memberi kontribusi terhadap kinerja yang kreatif pada tiga hal. Pertama, GNS adalah variabel penting dalam perbedaan individu terkait dengan kreativitas. Kedua, GNS berinteraksi dengan konteks kerja yang mendukung untuk kinerja kreatif. Ketiga, kompleksitas pekerjaan memoderasi hubungan antara GNS dan konteks kerja yang mendukung agar terus berkinerja tinggi dan kreatif.

Terkait tuntutan menampilkan performa yang tinggi serta kreatif tersebut, kebutuhan lain yang penting adalah kebutuhan akan pemulihan (Need for recovery)[6]. Pemulihan merupakan kebutuhan dimana seseorang berkesempatan untuk memulihkan sumberdayanya (tenaga, pikiran dan waktu) agar terus berperforma tinggi. Sonnentag dan Zijlstra (2006) melakukan pembandingan dari dua buah studi yang dilakukan pada perusahaan teknologi tinggi di Belanda. Variabel yang diteliti adalah tuntutan pekerjaan (job demands), kontrol pekerjaan (job control), serta kebutuhan akan pemulihan (need for recovery). Hasil dari studi tersebut menunjukan bahwa, tuntutan pekerjaan dan kontrol pekerjaan terkait dengan kebutuhan untuk pemulihan (recovery), kelelahan, dan kesejahteraan. Efek dari tuntutan pekerjaan dan kontrol pekerjaan pada kelelahan dan kesejahteraan dimediasi oleh kebutuhan untuk pemulihan.

Pada konteks terkini, kebutuhan tetap sebagai sesuatu “hal penting” yang harus dipenuhi, namun “hal penting” tersebut selalu menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Kebutuhan tidak hanya dipandang sebagai pemenuhan hasrat biologis, namun juga tentang mencari manfaat (value) dan semua pihak mencari manfaat terbaik yang bisa mereka dapatkan. Terlebih dengan kemajuan teknologi yang mengubah berbagai tataran bisnis, semua pihak dituntut untuk inovatif agar terus kompetitif. Beberapa pendekatan mulai digunakan seperti Konsep Innovative Work Behavior (IWB) mulai diperkenalkan untuk merespon kondisi sekarang. IWB menjadi penting dikarenakan berkontribusi pada inovasi organisasi dalam bentuk proses baru, produk dan jasa [7]. Sejalan dengan hasil kajian-kajian motivasi sebelumnya, Organisasi juga harus peka terhadap variabel-variabel antesenden motivasi karyawan, seperti yang terkait dengan: self-determined motivation, person organization fit, organization support of creativity and pay justice.

Referensi

[1] Work Motivation: Theory, Issues, and Applications, ed. Lyman W. Porter, Scott, Foresman series in organizational behavior and human resources (Scott, Foresman, 1984), https://books.google.co.id/books?id=yFFPAAAAMAAJ.

[2] Donnald P. Schwab and Larry L. Cummings, “Theories of Performance and Satisfaction : A Review,” Industrial Relation, no. (1970): 79–101.

[3] Gerald R. Salancik and Jeffrey Pfeffer, “An Examination of Need-Satisfaction Models of Job Attitudes,” Administrative Science Quarterly 22, no. 3 (1977): 427–456.

[4] Gary J Greguras and James M Diefendorff, “Different Fits Satisfy Different Needs: Linking Person-Environment Fit to Employee Commitment and Performance Using Self-Determination Theory,” Journal of Applied Psychology 94, no. 2 (2009): 465–477.

[5] Christina E. Shalley, Lucy L. Gilson, and Terry C. Blum, “Interactive Effects of Growth Need Strength , Work Context , and Job Complexity on Self-Reported Creative Performance,” Academy of Management 52, no. 3 (2009): 489–505.

[6] Sabine Sonnentag and Fred R.H. Zijlstra, “Job Characteristics and Off-Job Activities as Predictors of Need for Recovery, Well-Being, and Fatigue,” Journal of Applied Psychology 91, no. 2 (2006): 330–350.

[7] Erik Andreas Saether, “Motivational Antecedents to High-Tech R&D Employees’ Innovative Work Behavior: Self-Determined Motivation, Person-Organization Fit, Organization Support of Creativity, and Pay Justice,” Journal of High Technology Management Research, no. xxxx (2019): 100350, https://doi.org/10.1016/j.hitech.2019.100350.

Leave a comment